Selasa (25/08/2020), Sejumlah buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh menggelar aksi di depan Gedung DPRA, Banda Aceh Aksi tersebut berlangsung di tengah guyuran hujan yang melanda Banda Aceh kemarin sore.

Ini merupakan aksi pertama yang berlangsung di Gedung DPRA sejak merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020.

Menariknya, dalam aksi itu pendemo tetap menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker dan jaga jarak.

Dalam Aksinya Pendemo memberikan tuntutan sebagai berikut:

  1. Menolak RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja) yang merugikan pekerja/buruh
  2. Menolak PHK ditengah pandemi Covid-19
  3. DPR Aceh akan mengeluarkan REKOMENDASI MENOLAK RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja) yang merugikan pekerja/buruh serta mengirimkan ke Presiden RI dan DPR RI.

Aksi yang mendapat pengawalan aparat keamanan itu, disambut anggota DPRA, Bardan Sahidi dan M Rizal Falevi Kirani serta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh, Iskandar Syukri.

Saat melakukan aksi, massa mengusung spanduk yang memuat tuntutan dan kritikan. Seperti penolakan terhadap draft Omnibus Law, penolakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan menuntut penyelesaian kasus ketenagakerjaan baik yang di PHK dan dirumahkan.

Salah satu pendemo, Habibi Inseun dalam aksi itu menyampaikan alasan kaum buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas di DPR RI. Menurutnya, Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah menghilangkan perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh. Ia mengatakan, buruh Aceh dan Indonesia tidak anti terhadap investasi. Tetapi secara bersamaan, pihaknya meminta negara hadir untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja agar tidak dizalimi oleh perusahaan tempatnya bekerja.

“Akan tetap faktanya, Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada BAB IV pada klaster ketenagakerjaan ternyata menghilangkan perlindungan, kepastian kerja, dan kesejahteraan pekerja bahkan berpotensi terjadinya perbudakan modern. Karena itulah buruh Aceh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan,” ungkap Habibi.

Dalam aksi itu, pihaknya juga menyampaikan penolakan PHK massal di tengah pandemi Covid-19 ini dan menuntut perusahaan yang sudah merumahkan buruh untuk membayar upahnya sesuai masa kerjanya. “Kita juga mendesak Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan ketenagakerjaan terhadap perusahaan dan memastikan efektifitas norma kerja sebagaimana amanah undang-undang,” sebut dia.

Selain itu, pihaknya juga mendesak DPRA menjalankan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Pemerintah Aceh, khususnya di instansi ketenagakerjaan dan penagwasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) di Aceh.[TPKs]W

Sharing ke Social Media :