Banda Aceh – Sebuah situs bersejarah terletak dalam komplek Keerkhof atau Peutjut, tempat di kuburkan ratusan prajurit dan perwira Belanda yang meninggal dalam Perang Aceh sejak 1873.
Situs ini berbeda dengan kuburan Belanda lainnya, terlindungi oleh sebuah pagar pembatas dalam teduhan sebuah pohon rindang dan rimbun.
Itulah makam Meurah Pupok, Putra Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam di abad 17. Ayahandanya telah menyiapkan putra kesayangan ini dengan berbagai ketrampilan dan bela diri. Meurah Pupok juga dikenal sebagai Pocut atau anak kesayangan.
Namun sebuah tragedi menghentikan langkah menuju singgasana, sang putra mahkota dituduh berbuat tidak senonoh pada seorang isteri prajurit kerajaan. Hingga kemudian sang putra mahkota dihukum sendiri oleh ayahandanya Sultan Iskandar Muda.
Tragedi ini kemudian melahirkan kata-kata terkenal dari Sang Sultan ketika beberapa petinggi hulubalang kerajaan melobinya agar meringankan hukuman kepada Meurah Pupok. “Mate Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat Pat Tamita” Kata Sultan Iskandar Muda yang tak bergeming dari rayuan para hulubalang.
Setelah dikuburkan dalam kawasan yang berbeda dengan keluarga kerajaan lainnya dan kuburannya tidak terurus layaknya seorang pangeran kerajaan. Tapi ketika Sultanah Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam berkuasa di tahun 1641-1675, makam Meurah Pupok mulai ditata lebih baik dan diberi penghormatan layaknya seorang pangeran.
Kini empat abad setelah itu, komplek makam ini yang berada dalam kuburan Keerkhof menjadi situs bersejarah. Sebagai tanda pengingat zaman “sesal dulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna”.
Penulis : Hasnanda Putra
Foto dokumentasi sendiri, senin 1/1/2018